MRATODI

MRATODI

What i can share, i share

Breaking

Senin, Mei 16, 2022

Pseudo Racing

Senin, Mei 16, 2022 0
Pseudo Racing
Rangking, adalah satu kata ynag mungkin familiar di telinga sohiblogger. dari zaman kita sekolah dasar pasti akrab dengan sistem perangkingan di akhir semester untuk menentukan prestasi anak murid. secara pribadi praktik peragkingan ini tidak saya temukan ketika telah memasuki jenjang perkuliahan, dimana prestasi dilihadari nilai indeks kumulatif semester ataupun kumulatif (IPS/IPK). Perangkingan pun saya temui kembali saat masuk dunia kerja. dimana sistem nilai dan rangking digunakan untuk memberikan penghargaan/reward bagi karyawan yang qualified. akan tetapi maslah timbul saat praktik perangkingan yang notabenenya digunakan sebagai output penilaian kinerja/prestasi malah digunakan untuk menilai kinerja dan prestasi itu sendiri. akhirnya yang ada adu balap prestige. kalau di duni dosen, seorang dosen akan dipuja puji setinggi langit bila artikelnya terbit di Scopus Q1 atau Q2. ia akan diapresiasi akan hal itu bukn dari esensi apa yang ia kerjakan / teliti. begitupun dalam konteks mengelola jurnal. sebuah jurnal akan disanjung jika sudah berhasil sampe terindeks internasional dengan nilai impact factor/faktor dampak (yang notabenenya lagi-lagi perangkingan). padahal Faktor dampak dapat menjadi indikator yang luas dari output jurnal, tetapi tidak boleh digunakan untuk menentukan kualitas studi individu atau penulisnya.1 H-indeks tidak bisa menjadi kriteria yang tepat untuk menilai kegiatan penelitian. Ini sangat menyesatkan ketika digunakan untuk membandingkan peneliti karena faktanya mudah dipengaruhi oleh variabel pengganggu seperti tahun pengalaman, pengaruh politik dan administratif, keahlian bidang yang disosialisasikan, pembayaran dan hak-hak istimewa lainnya, dan jenis universitas tempat peneliti bekerja. Singkatnya, nilai H Indeks mungkin menyesatkan2 Bagaimana dengan nasib dosen atau pengelola jurnal yang belum sampe ke "rangking tertinggi"...ibarat kata mereka bak kisah ratapan anak tiri. efek yang muncul kemudian adalahan munculnya rasa silau di kalangan dosen/ pengelola jurnal jelata. menganggap posisi rangking itu jadi tujuan akhir dan harus dicapai dengan berbagai cara, at any cost, bahkan jika harus mengorbankan kualitas dan integritas sekalipun. Apakah kita benar-benar harus fokus mengejar angka itu saja? Tujuan pertama sejatinya adalah adalah untuk meningkatkan kualitas penelitian dengan menerbitkan manuskrip berkualitas yang akan menarik khalayak yang lebih besar untuk membaca artikel dan akhirnya mempublikasikan penelitian mereka di dalamnya3. Pada akhirnya saya tegaskan, saya tidak dengki dengan mereka. kalaupun kita iri, marilah iri dengan baik, tanpa mengorbankan akal sehat dan integritas. kita perlu menggeser sistem merit/promosi karya sains dari sistem berbasis metrik ke sistem merit berbasis proses4. Selain itu Solusi mandiri yang bisa ditempuh oleh peneliti di Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dan pengalamannya adalah dengan memperkaya pengetahuan yang terkait seluk-beluk riset, publikasi, dan penulisan karya ilmiah5
Jangan lagi kita terjebak pada “lomba-lomba dan rangking-rangking semu”
udah ah, takut ada yang tersinggung, mumpung masih bulan syawal, mohon maaf lahir batin ya... sumber gambar6 Referensi
1. Enago Academy. Decreasing the Influence of Impact Factor. Enago Academy https://www.enago.com/academy/decreasing-the-influence-of-impact-factor/ (2021). 2. Sabour, S. H. Index, an Ugly Truth. Shiraz E-Med. J. 20, (2019). 3. Bok, D., Foster, C. & Rakovac, M. SHOULD WE REALLY BE CHASING THE IMPACT FACTOR? Kinesiology 50, 2 (2018). 4. Irawan, D. E. Against all odds: we only see numbers. (2019). 5. Sunu Wibirama. Balapan Scopus, Jurnal Predator dan Gagap Budaya Riset. Asosiasi Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (AJPKM)https://ajpkm.org/2021/02/balapan-scopus-jurnal-predator-dan-gagap-budaya-riset/(2021). 6. Hamilton, H. The Academic Racing. (2018).

Senin, Juni 22, 2020

Perlukah Publikasi Artikel Ilmiah di daftarkan HKI nya?

Senin, Juni 22, 2020 2
Perlukah Publikasi Artikel Ilmiah di daftarkan HKI nya?
sumber: wallpaperflare
Topik tersebut saya angkat berdasarkan pertanyaan yang selama ini berkutat di pikiran. Fenomena mendaftarkan tulisan karya ilmiah yang sudah terbit di jurnal ke negara kerap ditemui dan didengar dari penuturan para kolega saya.
Oleh karenanya saya mencoba menghubungi mbak Fitria, koordinator Creative Commons Indonesia, untuk mendapatkan pencerahan seputar bagaimana sebenarnya posisi kedudukan hak cipta karya ilmiah dalam perspektif hukum.
Dari diskusi singkat melalui pesan WA, kami sepakat bahwa landasan hukum yang digunakan terkait apa yang saya tanyakan adalah Undang-Undang no 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). Nah, salah satu tujuan dikeluarkannya undang-undang ini adalah untuk memberikan perlindungan hak cipta terhadap setiap karya atau ciptaan dari penciptanya.

Karya ilmiah, yang merupakan bagian dari kekayaan intelektual, memiliki sifat deklaratif. Artinya sesaat karya tersebut diumumkan ke publik, maka hak ciptanya otomatis melekat pada penciptanya (Pasal 1 ayat 1 UUHC) dan karenanya maka tidak diperlukan lagi untuk didaftarkan ke negara untuk medapatkan perlindungan hak cipta (Pasal 40 ayat 1 huruf a UUHC).
Berbeda dengan hak paten atau merk dagang, dimana keduanya memang harus dan wajib didaftarkan ke negara untuk mendapatkan perlindungan karya cipta dan hak dagang. Sayangnya, masih banyak dari kita yang belum bisa membedakan dan keliru dalam memperlakukan objek hak cipta, hak paten dan merk. Dengan didaftarkan atau tidak, artikel ilmiah sejatinya akan tetap secara otomatis mendapatkan perlindungan hak cipta dan secara legal terlindungi oleh payung hukum.

Jadi mari coba kita luruskan praktik-praktik yang terjadi selama ini, apakah tujuan dari didaftarkannya artikel ilmiah yang sudah terbit ke negara? apakah tujuannya untuk mendapatkan perlindungan hakcipta? (saya ragu dengan motif yang ini) atau sekedar tuntutan borang akreditasi?

Saya tidak akan menyalahkan borang akreditasi, asalkan pemenuhan indikatornya dipenuhi dari objek objek yang memang perlu dan selayaknya mendapatkan perlindungan hak cipta secara tepat  (semisal buku, paten, dsb)

Jadi, masih perlukah publikasi artikel ilmiah kita didaftarkan kembali untuk secarik kertas sertifikat?

Menurut saya sih tidk..entah dengan anda
Creative Commons License
All posted materials by MRATODI.NET is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.